Jumat, 07 Februari 2014

Makalah Ghibah dan Takabbur


BAB I
PENDAHULUAN
A.    LatarBelakang
Imam Ibnul Qayyim berkata, "Akhlak yang tercela adalah bermula dari kesombongan dan rendah diri. Dari kesombongan muncul sikap bangga, sok tinggi, hebat, ujub, hasad, keras kepala, zhalim, gila pangkat, kedudukan dan jabatan, senang dipuji padahal tidak berbuat sesuatu dan sebagainya. Ibnul Qayyim juga mengatakan bahwa sebagaimana akhlak terpuji, akhlak tercela juga memiliki akar di mana satuan-satuannya dapat dikelompokkan. Jika akar perilaku manusia ada dalam pikiran dan jiwanya, maka akar penyakit akhlak juga akan selalu ada disana. Salah satu akhlak tercela (mazmumah) yang merupakan penyakit hati yaitu ghibah dan takabbur.
Dalam makalah ini pemakalah mencoba memaparkan pentingnya menjaga lidah dari bahaya membicarakan orang lain baik sepengetahuannya atau pun tidak diketahui olehnya, dan menjelaskan pentingnya menjaga hati dari sikap takabbur. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.

B.     Permasalahan

Ada beberapa hal yang akan menjadi kajian dalam tulisan ini, antara lain:
-          Pengertian ghibah dan takabbur
-          Landasan Al-Qur’an dan Hadits mengenai ghibah dan takabbur
-          Contoh perilaku ghibah dan takabbur
-          Akibat perbuatan ghibah dan takabbur
-          Cara menghindari ghibah dan takabbur

C.    Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk:
-          Memenuhi tugas mata kuliah Akhlaq
-          Mengetahui akhlaq mazmumah yaitu ghibah dan takabbur
-          Mengetahui dampak ghibah dan takabbur


BAB II

PEMBAHASAN
A.    GHIBAH
                                 1.         Pengertian Ghibah
Secara bahasa, kata “ghibah” (غيبة) berasal dari akar kata “ghaba, yaghibu” (غاب يغيب) yang artinya tersembunyi, terbenam, tidak hadir, dan tidak tampak. Kita sering menyebut kata “ghaib”, yang berarti tidak hadir. Atau “Alghibah dalam bahasa Arab, ialah: menyebutkan kata-kata keji atau meniru-niru suara atau perbuatan orang lain dibelakangnya (tidak dipintunya) dengan maksud untuk menghinanya.[1]
Ghibah menurut istilah adalah membicarakan kejelekan dan kekurangan orang lain dengan maksud mencari kesalahan-kesalahannya, baik jasmani, agama, kekayaan,akhlak, ataupun bentuk lahiriyah lainnya. Nabi Muhammad Saw menerangkan tentang ghibah dalam Sabdanya:
 “Dari Abu Hurairah. ra, bahwasanya Rasulullah Saw bersabda: ”Tahukah kamu apa ghibah itu?” Para sahabat mmenjawab:”Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui”. Nabi bersabda: ”Kamu menyampaikan sesuatu yang tidak disukai oleh saudaramu”. Lalu Rasul ditanya: ”Bagaimana jika yang saya sampaikan itu merupakan (kenyataan) yang terjadi pada diri saudaraku itu?” Nabi Saw bersabda: ”Jika yang kamu sampaikan itu benar terjadi pada saudaramu, berarti kamu telah menggunjingnya. Jika tidak terjadi pada dirinya, berarti kamu telah berbuat dusta kepadanya”. (HR. Muslim)
Ghibah adalah menyebutkan sesuatu yang terdapat pada diri seorang muslim, sedang ia tidak suka (jika hal itu disebutkan) baik dalam soal jasmaniahnya, agamanya, kekayaannya ,hatinya, akhlaknya, bentuk lahiriahnya dan sebagainya. Caranya pun bermacam-macam diantaranya membeberkan aib, meniru tingkah laku atau gerak tertentu dari orang yang dipergunjingkan dengan cara mengolok-ngolok.[2]

                                 2.         Landasan Al-Qur’an dan Hadist Mengenai Ghibah
Allah swt berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”. (QS. Al-Hujurat: 6). Dalam surah Al Hujurat ayat 6 di atas, Allah swt mengingatkan orang-orang mukmin untuk selalu meneliti setiap kabar yang sampai kepada mereka sebelum mereka mengatakan itu kepada yang lain. Hingga setiap perkataan seorang mukmin dapat dijamin kebenarannya, sehingga fitnah dapat dihindari.Dijelaskan dalam sebuah ayat lain, Allah swt berfirman,
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawaban”. (QS. Al-Israa’ : 36).
Selanjutnya Allah memerintahkan agar menjauhi prasangka, sebagaimana dalam firman Allah SWT yang berbunyi :
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka (kecurigaan), karena sebagian dari prasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.(Q.S. Al-Hujurat : 12).
Dalam kehidupan sehari-hari, khususnya dalam pergaulan, manusia dihadapankan pada karakter manusia yang berbeda-beda satu sama lain. Tidak sedikit dari karakter seseorang yang ada dalam lingkungan kita, tidak sesuai dengan yang kita inginkan. Dari tingkah laku maupun perkataan seseorang dapat menimbulkan pemikiran yang berbeda dalam hati kita. Dan dengan demikian dapat menimbulkan prasangka yang bermacam-macam dalam hati. Allah swt melarang seorang mukmin berprasangka terhadap orang lain, apalagi sampai berburuk sangka. Berprasangka terhadap seseorang dilarang oleh Rasulullah dalam beberapa hadits. Sebagaimana dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a, bahwa sesungguhnya Rasulullah saw telah bersabda, “Takutlah kamu terhadap prasangka. Sebab sesungguhnya prasangka adalah sedusta-dusta pembicaraan. Janganlah kamu mencari-cari dan meneliti kesalahan orang lain, janganlah kamu saling mendengki, janganlah kamu saling membenci dan janganlah kamu saling belakang membelakangi. Jadilah kamu hamba-hamba Allah yang bersaudara sebagaimana Allah telah memerintahkan kepadamu. Orang muslim adalah saudara muslim yang lain, tidak saling menzhalimi, tidak saling merendahkan dan tidak saling menghina. Takwa adalah di sini, takwa adalah di sini”, (sambil Rasulullah menunjuk ke arah dada. Kemudian melanjutkan sabdanya, “Cukuplah keburukan bagi seseorang dengan menghina saudaranya sesama muslim. Setiap muslim adalah haram atas muslim yang lain akan darah, kehormatan dan hartanya. Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada tubuhmu dan rupamu, tetapi Allah melihat kepada hatimu”. (HR. Muslim).
Dari sini kita dapat mengerti bahwa prasangka terhadap seseorang yang ada di sekitar kita adalah suatu hal yang dapat menimbulkan perbuatan ghibah terhadap orang tersebut dan kita telah melakukan perbuatan lidah yang sangat dibenci oleh Allah dan RasulNya. Keburukan dari prasangka juga dapat mempengaruhi perasaan kita, sehingga kita akan selalu merasa was-was dan ragu terhadap apa yang ada pada kita dan lingkungan.[3]
Dalam hadist lain, Rasulullah SAW bersabda, “Dari Abu Hurairah. ra, bahwasanya Rasulullah Saw bersabda: ”Tahukah kamu apa ghibah itu?” Para sahabat menjawab: ”Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui”. Nabi bersabda: ”Kamu menyampaikan sesuatu yang tidak disukai oleh saudaramu”. Lalu Rasul ditanya: ”Bagaimana jika yang saya sampaikan itu merupakan (kenyataan) yang terjadi pada diri saudaraku itu?” Nabi Saw bersabda: ”Jika yang kamu sampaikan itu benar terjadi pada saudaramu, berarti kamu telah menggunjingnya. Jika tidak terjadi pada dirinya, berarti kamu telah berbuat dusta kepadanya”. (HR. Muslim, Abu Dawud dan Tirmidzi).

                                 3.         Contoh Perilaku Ghibah
Ghibah adalah membicarakan sesuatu yang terdapat pda orang lain, yang jika sampai kepada dia tidak akan menyukainya. Pembicaraan itu misalnya :
a)      Pembicaraan yang berkenaan dengan Keburukan/ kekurangan tubuhnya, misalnya menyebutkan bahwa orang itu penglihatannya rabun, kepalanya juling, kepalanya botak atau sifat-sifat lain yang sekiranya tidak disukai untuk dibicarakan.
b)      Pembicaraan yang berkenaan dengan keturunan, misalnya menyebutkan bahwa seorang yang fasik, seorang yang struktur sosialnya rendah atau sebutan-sebutan lainnya yang tidak disukai jika dibicarakan.
c)      Pembicaraan yang berkenaan dengan akhlak, misalnya menyebutkan orang itu kikir, congkak, sombong, atau sifat lain yang tidak disukai jika dibicarakan.
d)     Pembicaraan yang berkenaan dengan masalah agama, misalnya menyebutkan bahwa orang itu pencuri, pendusta, peminum khamar, penghianat, penganiaan atau sebutan-sebutan lain yang tidak suka dibicarakan.
e)      Pembicaraan yang berkenaan dengan urusan dunia, misalnya menyebutkan  bahwa orang itu berbudi pekerti rendah, menganggap remeh orang lain, tidak pernah menganggap hak orang lain pada dirinya, dan sebutan-sebutan lain yang tidak disukai jika dibicarakan[4]

                                 4.         Akibat Perbuatan Ghibah
Banyak sekali akibat/dampak yang timbul karena berbuat ghibah, baik untuk diri sendiri maupun orang lain, diantaranya adalah:
a)      Nama baik seseorang bisa hancur
Berghibah bisa menyebabkan rusaknya nama baik seseorang yang menjadi objek ghibah, karena keburukannya diceritakan kepada orang lain. Jika apa yang diceritakan itu adalah benar, maka berarti aibnya telah dibuka dihadapan orang lain, namun jika apa yang disebarluaskan itu informasi yang salah, maka yang timbul adalah fitnah, dan dampaknya akan menghancurkan nama baik seseorang.
b)      Menimbulkan rasa permusuhan dengan orang lain
Ghibah mengantarkan manusia kepada perkataan sia-sia yang menimbulkan kebohongan. Kebohongan yang menimbulkan permusuhan. Kemudian terjadilah saling serang menyerang dan terjadilah perpecahan[5].
c)      Menimbulkan perbuatan fitnah
Diawali dengan berghibah, lalu bisa menjalar menjadi menyebar luaskan kejelekan orang dengan tujuan agar orang itu dibenci dan dihina di tengah masyarakat, sehingga timbul fitnah. Dan untuk mengantisipasi jangan sampai menimbulkan fitnah dalam Q.S Al-hujurat : 6 yang berbunyi “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.
d)     Melemahkan kekuatan umat islam karena tidak adanya persatuan dan kesatuan.
Ghibah berdampak pada permusuhan dengan orang lain, selanjutnya berdampak pada perpecahan umat islam karena saling menampakkan keburukan. Jika umat islam sudah terpecah, kekuatan umat islampun akan melemah. Ini berawal dari salah satu akhlak mazmumah yaitu bergunjing.

                                 5.         Ghibah yang Diperbolehkan
Imam Nawawi dalam kitab Syarah Shahih Muslim dan Riyadhu As-Shalihin, menyatakan bahwa ghibah hanya diperbolehkan untuk tujuan syara’ yaitu yang disebabkan oleh enam hal, yaitu:
                                                         a)         Orang yang mazhlum (teraniaya) boleh menceritakan dan mengadukan kedzaliman orang yang mendzhaliminya kepada seorang penguasa atau hakim atau kepada orang yang berwenang memutuskan suatu perkara dalam rangka menuntut haknya. Hal ini dijelaskan dalam Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 148:
“Allah tidak menyukai Ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”
                                      b)      Meminta bantuan untuk menyingkirkan kemungkaran dan agar orang yang berbuat maksiat kembali ke jalan yang benar. Pembolehan ini dalam rangka isti’anah (minta tolong) untuk mencegah kemungkaran
dan mengembalikan orang yang bermaksiat ke jalan yang hak.
                                                         c)         Istifta’ (meminta fatwa) akan sesuatu hal. Dia boleh menyebut nama seseorang dan tindakannya secara langsung. Walaupun kita diperbolehkan menceritakan keburukan seseorang untuk meminta fatwa, untuk lebih berhati-hati, ada baiknya kita hanya menyebutkan keburukan orang lain sesuai yang ingin kita adukan.
                                                         d)         Memperingatkan kaum muslimin dari beberapa kejelekan. Menyebutkan kejelekan mereka diperbolehkan secara ijma’[6] bahkan terkadang hukumnya menjadi wajib demi menjaga kemurnian syari’at.
                                                         e)         Menceritakan kepada khalayak tentang seseorang yang berbuat fasik, seperti minum-minuman keras, menyita harta orang secara paksa, memungut pajak liar atau perkara-perkara bathil lainnya. Ketika menceritakan keburukan itu kita tidak boleh menambah-nambahinya dan sepanjang niat kita dalam melakukan hal itu hanya untuk kebaikan.
                                                          f)         Bila seseorang telah dikenal dengan julukan si pincang, si pendek, si bisu, si buta, atau sebagainya, maka kita boleh memanggilnya dengan julukan di atas agar orang lain langsung mengerti. Tetapi jika tujuannya untuk menghina, maka haram hukumnya. Jika ia mempunyai nama lain yang lebih baik, maka lebih baik memanggilnya dengan nama lain tersebut.

                                 6.         Cara Menghindari Ghibah
Untuk mengobati kebiasaan ghibah yang merupakan penyakit yang sulit dideteksi dan sulit diobati ini ada beberapa kiat yg bisa kita lakukan.
a)      Menyadari bahwa Allah SWT membenci orang yang menggunjing (Ghibah).
Dengan slalu ingat bahwa Allah sangat membenci seseorang yang mengunjing saudaranya, sedangkan kebaikan akan kembali pada orang yang dibicarakan dan jika pun orang yang dibicarakan tidak memilki kebaikan maka keburukannya akan kembali pada yang menggunjing.
b)      Mengingat bahwa kita juga memiliki kekurangan (aib)
Hendaknya orang yang melakukan ghibah mengingat dulu aib dirinya sendiri dan segera berusaha memperbaikinya. Dengan demikian akan timbul perasaan malu pada diri sendiri bila membuka aib orang lain sementara dirinya sendiri masih mempunyai aib.
c)      Menyadari tentang bahayanya sifat ghibah
Sebelum berghibah, hendaknya memikirkan bahwa ghibah begitu berbahaya untuk diri sendiri maupun orang lain, sehingga hilang keinginan untuk berghibah.
d)     Menyadari bahwa ghibah adalah perbuatan dosa
“Dari Jabir dan Abu Sa'id mereka berkata, Rasulullah SAW pernah bersabda: Jauhilah olehmu sifat ghibah karena ghibah itu lebih besar dosanya dari pada zina. Ditanyakan kepada Rasul "bagaimana bisa?" Rasulullah menjawab: seorang laki-laki berzina kemudian bertaubat Allah akan mengampuni kepadanya dan orang yang mempunyai sifat ghibah Allah tidak akan mengampuninya sehingga temannya mau mengampuninya.” Jadi dosa ghibah tidak akan diampuni oleh Allah sebelum orang lain (kena ghibah) mau mengampuninya. Dosa kepada Allah mudah untuk minta ampun. Sedangkan dosa terhadap orang lain Allah belum mau mengampuni jika belum meminta maaf kepada orang yang bersangkutan.
e)      Menyadari bahwa kita akan mendapat azab yang pedih di dunia dan akhirat apabila kita menceritakan aib orang lain.
“Wahai sekalian yang beriman dilidahnya dan belum masuk kedalam hatinya, janganlah kalian menggunjing orang-orang muslim dan janganlah kalian mencari-cari aib mereka karena siapa yang mencari-cari aib saudaranya, niscaya Allah akan mencari aibnya, niscaya Dia akan membuka kejelekannya meskipun berda dalam rumahnya”. (HR. Abu Daud, Ahmad dan Ibn Hibban).
f)       Berdo’a mohon perlindungan Allah agar terhindar dari perbuatan-perbuatan keji. Serta sebisa mungkin menjauhi perkumpulan-perkumpulan yang tidak bermanfaat. Hindarilah segala sesuatu yang mendekatkan kita pada ghibah. Seperti acara-acara bernuansa ghibah di televisi dan radio. Juga berita-berita koran dan majalah yang membicarakan kejelekan orang. Jika terjebak dalam situasi ghibah, ingatkanlah mereka akan kesalahannya. Jika tak mampu, setidaknya anda diam dan tak menanggapi ghibah tersebut. Atau anda memilih hengkang dan ‘menyelamatkan diri.
B.     TAKABBUR
                                 1.         Pengertian Takabbur
Secara bahasa (etimologi), takabbur berarti “sombong” atau “berusaha menampakkan keagungan diri”. Dalam kitab lisanul Arab, antara lain disebutkan bahwa at-takabbur wal istikbar berarti at-ta’azzhum (sombong). Dalam Al-Qur’an pengertian ini digunakan misalnya pada surat Al-A’raf ayat 146:
 “Allah akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benardari tanda-tanda kekuasaan-Ku. Mereka jika melihat tiap-tiap ayat(Ku), mereka tidak beriman kepadanya. Dan jika mereka melihat jalan yang membawa kepada petunjuk, mereka tidak mau menempuhnya, tetapi jika mereka melihat jalan kesesatan, mereka terus memenempuhnya. Yang demikian itu adalah karena mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka selalu lalai dari padanya.” (QS. Al-A’raf : 146).
Takabbur dapat diartikan merasa atau menganggap diri besar dan tinggi yang disebabkan oleh adanya kebaikan atau kesempurnaan pada dirinya, baik berupa harta, ilmu atau yang lainnya[7]. Secara istilah (terminologi), takabbur berarti sikap seseorang yang membangga-banggakan diri (ujub) yang berakibat pada penghinaan atau meremehkan orang lain serta merasa tidak pantas untuk menerima kebenaran dari mereka. Pengertian ini sejalan dengan hadits Rasulullah SAW: “Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat takabur sebesar biji sawi.” Ada seseorang yang bertanya, “Bagaimana dengan seorang yang suka memakai baju dan sandal yang bagus?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan. Takabur adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.” (HR. Muslim)
Dari hadits ini, selain dijelaskan definisi takabur, juga didapatkan jenis takabur yang dibedakan menjadi dua, yaitu takabur terhadap al haq dan takabur terhadap makhluk. Takabur terhadap al-haq adalah dengan menolaknya, berpaling, dan tidak mau menerima. Sedangkan takabur terhadap makhluk atau sesama manusia adalah meremehkannya, merendahkan, memandang orang lain tidak ada apa-apanya dan melihat dirinya lebih dibandingkan orang lain.[8] Takabur termasuk termasuk sifat yang tercela yang harus di hindari.

                                 2.         Landasan Al-Qur’an dan Hadits Mengenai Takabur
Allah SWT berfirman,
“Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi, dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung.” (QS. Al-Isra’: 37). Dalam surat Al-Isra di atas, Allah SWT melarang untuk tidak menyombongkan diri, atau merasa dirinya besar, padahal manusia sekali-kali tidak akan mampu menandingi kebesaran Allah SWT.
Allah SWT juga berfirman,
 “Negeri akhirat itu Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al Qashash:83). Dalil ini adalah penjelasan bahwa Surga ditempatkan untuk orang-orang yang tidak sombong, dan tidak berbuat kerusakan di muka bumi.
            Selain dalil yang terdapat pada Al-Qur’an, ada juga landasan dari Hadits Nabi Muhammad SAW sebagai berikut: Sahabat Abi Hurairah ra berkata, bahwa Rasulullah saw telah bersabda: “Ada tiga orang yang kelak di hari kiamat Allah tidak akan berbicara dengannya, tidak akan memuliakannya, serta tidak akan memandangnya, dan bagi mereka siksa yang sangat menyakitkan. Mereka adalah orang tua yang berzina, pemimpin yang berkhianat, dan orang fakir yang takabur.” (HR. Muslim dan Nasai).
Sahabat Abi Hurairah ra berkata, bahwa Rasulullah saw telah bersabda: “Allah swt berfirman, bahwa kemuliaan adalah pakaian milik-Nya dan sifat takabur adalah hiasan milik-Nya. Karena itu barangsiapa meminjam pakaian dan perhiasan Allah, maka akan dimasukkan ke dalam neraka.” (HR. Muslim)

                                 3.         Jenis-jenis Takabbur
Secara umum, takabbur dibagi menjadi dua, yaitu :
a)      Takabbur Batin
Sikap dalam jiwa yang tidak terlihat dan melekat dalam hati, seperti membesarkan diri dalam  hati, merasa dirinya benar, dan  maksiat hati yang di cela.
b)      Takabbur  Zahir
Perbuatan atau tingkah laku yang dapat dilihat, seperti merendahkan atau menyepelekan orang lain, tidak mau mengaku salah, tidak mengikuti nasihat orang lain. Takabbur zahir adalah perwujudan dari takabur batin.

                                 4.         Sasaran atau Contoh Perilaku Takabbur
Imam Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya’ ulum al-Diin, beliau telah membagi takabbur kepada tiga bagian yaitu takabbur kepada Allah SWT, takabbur kepada Rasulullah SAW, dan takabbur kepada sesama manusia:
a)      Takabbur kepada Allah  SWT
Merasa besar di hadapan Allah SWT. Contoh : perilaku Raja Firaun yang marah marah karena Nabi Musa dan Harun berdakwah untuk mengajak dirinya beriman kepada Allah SWT. Namun Raja Firaun menganggap ajakan tersebut sebagai suatu hinaan karena dia adalah orang yang harus ditaati oleh seluruh manusia. Raja Firaun menanggap dirinya Tuhan, sehingga dia takabbur dan tidak mematuhi perintah Allah SWT.
b)      Takabbur terhadap Rasulullah  SAW
Enggan mengikuti petunjuk dan sunnahnya. Contoh : manusia yang merasa sebagai ummat Nabi Muhammad SAW, namun tidak mau mengikuti apa yang diajarkan olehnya. Dia berbuat sekehendak hati dan kemauannya, tanpa mau mengikuti sunnah Rasulullah SAW.
c)      Takabbur sesama manusia
Bersikap sombong di hadapan sesama makhluk Allah SWT. Sikap yang paling menonjol adalah sikap penghinaan dan menganggap remeh pendapat serta kerja orang lain, gampang menilai orang lain tidak punya kemampuan, cepat marah apabila ada yang menyaingi, iri, dengki, bahkan dendam terhadap orang lain yang memperoleh kelebihan dan kesempatan, takabur karena harta, ilmu, amal, atau nasib yang dimiliki.

                                 5.         Ciri-ciri Orang yang Takabbur
Orang yang takabbur, memiliki cirri-ciri atau tanda-tanda berikut ini :
a)      Berjalan dengan angkuh
Orang yang bersifat sombong akan menunjukkan keangkuhannya, misalnya dalam hal berjalan sudah menunjukkan kesombongannya, keangkuhannya. Apabila bertemu dengan orang lain yang dikenalnya memalingkan muka dengan merasa dirinya lebih baik, dan lebih hebat darinya.
b)      Ingkar kebenaran Allah.
Perintah dan larangan Allah diingkarinya, tidak mau menjalankan perintah Allah SWT dan tidak mau pula menjauhi larangan Allah SWT. Ayat-ayat Allah ditentang. Al Hadits ditentang. Ia tidak mau menerimanya apalagi menjalankannya.
c)      Ujub
Ujub yaitu kagum terhadap dirinya sendiri, membangga-banggakan dirinya sehingga ia merasa lebih baik dan lebih unggul dibanding yang lain.
d)     Hobi mencela dan mendramatisir persoalan.
Orang yang bersikap takabbur akan selalu berprasangka yang buruk terhadap orang lain hanya dirinyalah yang paling benar, paling jago, paling super dan paling mulia serta dapat melakukan segala hal. Orang lain dianggapnya kecil, hina, rendah tidak mampu berbuat apa-apa alias tak berdaya.

                                 6.         Akibat Takabbur
Akibat negatif dari sifat takabbur antara lain[9]:
a)      Sikap tercela yang sangat dibenci oleh Allah SWT
“…..Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri.” ( Q.S. An Nisa: 36 )
b)      Dibenci oleh orang lain karena keangkuhannya
“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Luqman: 18).
c)      Dapat mematikan hati manusia
“(Yaitu) orang-orang yang memperdebatkan ayat-ayat Allah tanpa alasan yang sampai kepada mereka. Amat besar kemurkaan (bagi mereka) di sisi Allah dan di sisi orang-orang yang beriman.  Demikianlah Allah mengunci mati hati orang yang sombong dan sewenang-wenang.” ( Q.S. Al Mukmin: 35 )
d)     Tidak mensyukuri nikmat Allah SWT
“Dan apabila Kami berikan kesenangan kepada manusia niscaya berpalinglah dia; dan membelakangi dengan sikap yang sombong; dan apabila diia ditimpa kesusahan niscaya dia berputus asa.” ( Q.S. Al Isra’: 83 )
e)      Berdosa dan sengsara di akhirat
“Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka jahanam dalam keadaanhina dina.” (QS. Al Mu’min : 60)

                                 7.         Cara Menghindari Takabbur
Agar terhidar dari sikap takabur, ada beberapa cara yang bisa dilakukan[10], yaitu :
a)      Memahami dan menyadari tentang bahaya takabur, baik bahayanya di dunia maupun bahaya di akhirat nanti.
b)      Menerima setiap nikmat maupun kelebihan yang dimiliki semata-mata karena karunia Allah SWT.
c)      Menyadari bahwa asal kejadian semua manusia adalah sama, yakni dari sel sperma dan ovum. Yang mungkin manusia itu sendiri merasa jijik bila melihatnya. Kalau kemudian menjadi makhluk yang sangat bagus bentuknya semua itu karena kehendak dan kasih sayang dari Allah SWT, dan diri kita sendiri tidak pernah memesannya kepada Allah SWT.
d)     Berusaha untuk dapat bergaul dengan siapa saja dengan baik, tanpa membeda-bedakannya, serta bergaul dengan orang-orang yang shalih.
e)      Segera mengikis benih-benih kesombongan di dalam hati yang setiap saat dihembuskan oleh setan, dengan cara membaca istighfar manakala kita menyadari telah berbuat sombong.



BAB III

PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Pada dasarnya ghibah dan takabbur  adalah termasuk akhlaq mazmumah.Ghibah menurut istilah adalah membicarakan kejelekan dan kekurangan orang lain dengan maksud mencari kesalahan-kesalahannya, baik jasmani, agama, kekayaan,akhlak, ataupun bentuk lahiriyah lainnya. Sedangkan takabbur Secara bahasa (etimologi), takabbur berarti “sombong” atau “berusaha menampakkan keagungan diri”. Dalam kitab lisanul Arab, antara lain disebutkan bahwa at-takabbur wal istikbar berarti at-ta’azzhum (sombong). Ghibah dan takabbur dapat mengakibatkan kerugian bagi pelakunya, baik kerugian di dunia, maupun di akhirat kelak.




B.     SARAN
Dari berbagai pemaparan di depan maka dapat disampaikan beberapa saran sebagai berikut :

Ø  Sebagai umat muslim kita hendaknya menghindari perilaku tercela seperti ghibah dan takabbur.
Ø  Hendaknya kita senantiasa perbaharui iman, dan menjaga dari hal-hal yang dapat menjerumuskan kita kepada perilaku ghibah dan takabbur.
Ø  Hendaknya selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT dan bergaul dengan orang-orang yang dapat meningkatkan keimanan kita.
Ø  Hendaknya kita selalu mengingat tujuan kita hidup di dunia ini, dan mengingat darimana kita berasal, agar tidak ada kesombongan yang hinggap dalam diri kita.
Ø  Hendaknya kita selalu mengingat kematian, karena kematian dapat menyadarkan kita bahwa kehidupan di dunia ini sementara, dan kita akan berusaha menjaga diri dari akhlaq tercela.




DAFTAR PUSTAKA

Masyhur. 1985. Membina Moral dan Akhlak. Jakarta: Kalam Mulia.
Ibrahim M. Al-Jamal. 1985. Penyakit-Penyakit Hati. Bandung. Pustaka Hidayah.
Uwaidah, S.K.M. 2013. Fiqih Wanita. Jakarta. Pustaka Al-Kautsar.
http://ujungkulon22.blogspot.com
http://almanhaj.or.id
http://ariffadholi.blogspot.com
http://arsipmoslem.wordpress.com
http://4moslem.wordpress.com
http://muaraimani.wordpress.com
http://www.bersamadakwah.com
http://rohissmpn14depok.wordpress.com
http://www.mutiaraislam.web.id




[1] Masyhur, Membina Moral dan Akhlak, Kalam Mulia, Jakarta, 1985:hal 217
[3]Abdi  Faisal, “Hindarilah Saling Menggunjing (Ghibah)”, 4moslem wordpress, diakses dari http://4moslem.wordpress.com/2009/04/13/hindarilah-saling-menggunjing-ghibah/ pada tanggal 03 November 2013


[4] Ibrahim M. Al-Jamal, “Penyakit-Penyakit Hati”, Pustaka Hidayah, Bandung, 1985 hal 82-83
[5] Imannudin, “Bahaya Ghibah”, muara imani wordpress, diakses dari http://muaraimani.wordpress.com/2010/05/09/bahaya-ghibah/, pada tanggal 05 November 2013
  • [6] Ijma’ artinya kesepakatan para ulama. Kedudukannya menempati urutan ketiga. Artinya, apabila kita tidak mendapatkan hukum dalam Al-Qur’an maupun dalam As-Sunnah, maka kita tinjau apakah para ulama kaum muslimin telah ijma’

[7] Shodiq Abdullah, Islam Tarjumah: Komunitas, Doktrin dan tradisi, RaSAIL: Semarang, Desember 2006, halaman 139
[8] http://www.bersamadakwah.com/2010/07/takabur-1.html diakses pada tanggal 07 November 2013
[9] http://rohissmpn14depok.wordpress.com/kbm-pai/takabur/ diakses pada tanggal 07 November 2013

0 komentar:

Posting Komentar

Design by Abdul Munir Visit Original Post Islamic2 Template