Jumat, 21 Februari 2014

Makalah Syi'ah

BAB II
PEMBAHASAN

A.        Sejarah Munculnya Paham Syi’ah
Syi’ah secara bahasa berarti “pengikut”, “pendukung”, “kelompok”. Sedangkan secara terminologis, istilah ini dikaitkan dengan sebagian kaum muslim yang dalam bidang spiritual dan keagamaan merujuk kepada keturunan Nabi Muhammad SAW atau orang yang disebut dengan ahl al-bait. Poin penting dalam doktrin Syi’ah adalah pernyataan bahwa segala petunjuk agama itu bersumber dari ahl al-bait. Mereka menolak petunjuk-petunjuk keagamaan dari para sahabat yang bukan ahl al-bait atau para pengikutnya.[1]
Syi’ah adalah golongan yang menyanjung dan memuji Sayyidina Ali secara berlebih-lebihan karena mereka beranggapan bahwa Ali yang lebih berhak menjadi khalifah pengganti Nabi Muhammad SAW berdasarkan wasiatnya, sedangkan khalifah-khalifah seperti Abu Bakar Shiddiq, Umar bin Khatab, dan Ustman bin Affan dianggap sebagai perampas kekhalifahan. Syiah lahir pada masa akhir kekhalifahan Ustman bin Affan atau pada masa awal kepemimpinan Ali bin Abi Thalib. Pada masa itu terjadi pemberontakan terhadap khalifah Ustman bin Affan yang berakhir dengan kematian Ustman dan ada tuntutan umat agar Ali bin Abi Thalib bersedia dibai’at sebagai khalifah.
Khalifah Ali dengan pihak pemberontak Muawiyah bin Abu Sufyan di Siffin yang lazim disebut peristiwa at-tahkim atau arbitrasi, akibat kegagalan itu sejumlah pasukan Ali memberontak terhadap kepemimpinannya dan keluar dari pasukan Ali, mereka ini disebut golongan Khawarij (orang – orang yang keluar ). Sebagian besar orang-orang yang tetap setia kapada khalifah disebut Syi’atu Ali ( pengikut Ali ).
[2]Ada pendapat yang mengatakan bahwa munculnya Syiah merupakan pengaruh dari tradisi di Persia yang memuliakan raja, sehingga hal tersebut ditransformasikan kedalam Islam untuk mengagungkan para imam ahlu’l bait (Keluarga Rasulullah Saw). Ada juga yang berpandangan bahwa Syiah muncul karena adanya ulah oknum Yahudi bernama Abdullah bin Saba’, yang berpura-pura masuk Islam hanya karena ingin memecah belah umat.
Menurut Abul Halim Mahmud, pada awalnya “Syiah” hanyalah rasa cinta terhadap ahlul bait (keluarga Rasulullah Saw) semata, sebagaiamana cintanya sahabat Salman Al-Farisi r.a kepada ahlu’l bait. Kemudian rasa cinta tadi berkembang menjadi kasih sayang yang berlebihan tatkala para Ahlul Bait tidak mendapatkan kedudukan yang semestinya di masyarakat, dan setelah itu syiah pun menjadi berlebih-lebihan, hingga menjadikan nash agama sesuai dengan kehendaknya, dan menjadi sebuah kelompok yang kita kenal sekarang.
B.        Sekte-sekte Aliran Syi’ah
Selanjutnya, meskipun mempunyai landasan keimanan yang sama, Syi’ah tidak bisa mempertahankan kesatuannya. Dalam perjalanan sejarah, kelompok ini akhirnya terpecah menjadi beberapa sekte besar. Perpecahan terjadi di kalangan Syi’ah itu terutama dipicu oleh masalah doktrin imamah. Hal yang merupakan akar perpecahan dalam tubuh kelompok Syi’ah adalah terkait dengan pengganti Imam Husein. Imam Husain merupakan putra dari Ali bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib. Kelompok pertama menyatakan imamah (kepemimpinan) beralih kepada Ali Zaenal Abidin, putra Husein bin Ali, sedangkan kelompok kedua menyatakan imamah beralih kepada Muhammad bin Hanafiyah, putra Ali bin Abi Thalib.
Akibat perbedaan antara dua kelompok ini maka muncul beberapa sekte dalam Syi'ah. Para ahli umumnya membagi sekte Syi'ah dalam empat golongan besar, yaitu Kaisaniyah, Zaidiyah, Imamiyah dan Ghulat.

            1.      Syi’ah Kaisaniyah
Kelompok ini meyakini bahwa kepemimpinan setelah Ali bin Abi Thalib beralih ke anaknya Muhammad bin Hanafiyah. Para ahli berselisih pendapat mengenai pendiri Syiah Kaisaniyah ini, ada yang berkata ia adalah Kaisan bekas budak Ali bin Abi Thalib r.a. Ada juga yang berkata bahwa ia adalah Almukhtar bin Abi Ubaid yang memiliki nama lain Kaisan. Sekte Kaisaniyah ini terbagi menjadi beberapa kelompok, namun kesemuanya kembali kepada dua paham yang berbeda yaitu: 1. Meyakini bahwa  Muhammad bin Hanafiyah masih hidup. 2. Meyakini bahwa Muhammad bin Hanafiyah telah tiada, dan jabatan kepemimpinan beralih kepada yang lain.
Pokok-pokok ajaran Syi’ah al-Kaisaniyah anatara lain:
§  Mereka tidak percaya adanya roh Tuhan menetes ke dalam tubuh Ali ibn Abi Thalib.
§  Mereka mempercayai kembalinya imam (raj’ah) setelah meninggalnya. Bahkan kebanyakan pengikut al-Kaisaniyah percaya bahwa Muhammad Ibn Hanafiyah itu tidak meninggal, tetapi masih hidup bertempat di gunung Radlwa.
§  Mereka menganggap bahwa Allah SWT itu mengubah kehendak-Nya menurut perubahan ilmu-Nya. Allah SWT memerintah sesuatu, kemudian memerintah pula kebalikannya.
§  Mereka mempercayai adanya reinkarnasi (tanasukh al-arwah).
§  Mereka mempercayai adanya roh.
Sub sekte Syi’ah Kaisaniyah:
v  Mukhtariyah: Mereka adalah para pengikut Al-Mukhtar bin Abi ‘Ubaid Al-Tsaqafi.
v  Hasyimiyah: Mereka adalah kepada Abu Hasyim bin Muhammad bin Al-Hanafiyah.
v  Bayaniyah: Mereka adalah pengikut Bayan bin Sam’an Al-Tamimi.
v  Razamiyah: Mereka adalah pengikut Razam bin Razm.
            2.      Syi’ah Imamiyah
Kelompok Imamiyyah ini merupakan kelompok Syi’ah terbesar hingga saat ini dan berkembang di Iran, serta di ikuti oleh beberapa kalangan di Indonesia.
Mereka menyakini bahwa Nabi Muhammad SAW telah menunjuk Ali bin Abi Thalib sebagai pengganti dengan jelas dan tegas. Kelompok Syi’ah ini tidak mengakui kepemimpinan Abu Bakar al-Shiddiq, Umar bin Khaththab dan Utsman bin Affan.  Mereka juga memiliki keyakinan bahwa imam pertama mereka adalah Imam Ali (bin Abi Thalib), kemudian secara berturut-turut: Hasan, Husain, Ali bin Husain, Muhammad al-Baqir, dan Ja’far al-Shadiq. Sepeninggal Ja’far al-Shadiq mereka berbeda pendapat mengenai penggantinya, sehingga terpecah menjadi 2 yaitu:
Pertama, Syi’ah Istna ‘Asyariah (Syi’ah Dua Belas)
a.       Asal-usul penyebutan Syi’ah Istna ‘Asyariah
Sekte Itsna ‘Asyariyyah merupakan sekte terbesar Syi’ah saat ini. Syi’ah Itsna ‘Asyariyyah menyakini bahwa jabatan imamah tersebut pindah kepada anak Ja’far al-Shadiq yang bernama Musa al-Kadzim. Berikut ini adalah daftar imam dua belas:
·         Ali bin Abi Thalib (600–661), juga dikenal dengan Amirul Mukminin
·         Hasan bin Ali (625–669), juga dikenal dengan Hasan al-Mujtaba
·         Husain bin Ali (626–680), juga dikenal dengan Husain asy-Syahid
·         Ali bin Husain (658–713), juga dikenal dengan Ali Zainal Abidin
·         Muhammad bin Ali (676–743), juga dikenal dengan Muhammad al-Baqir
·         Jafar bin Muhammad (703–765), juga dikenal dengan Ja'far ash-Shadiq
·         Musa bin Ja'far (745–799), juga dikenal dengan Musa al-Kadzim
·         Ali bin Musa (765–818), juga dikenal dengan Ali ar-Ridha
·      Muhammad bin Ali (810–835), juga dikenal dengan Muhammad al-Jawad atau Muhammad at Taqi
·         Ali bin Muhammad (827–868), juga dikenal dengan Ali al-Hadi
·         Hasan bin Ali (846–874), juga dikenal dengan Hasan al-Askari
·         Muhammad bin Hasan (868—), juga dikenal dengan Muhammad al-Mahdi

Nama dua belas (Istna ‘Asyariah) ini mengandung pesan penting dalam tinjauan sejarah, bahwa golongan ini terbentuk setelah lahirnya semua imam yang berjumlah dua belas, yaitu kira-kira pada tahun 260H/878M.[3]
b.      Doktrin-doktrin Syi’ah Istna ‘Asyariah
Di dalam sekte Istna ‘Asyariah dikenal konsep Ushuluddin, yang memiliki lima akar:[4]
1)      Tauhid
Tuhan dalah Esa, baik esensi maupun eksistensiNya. Keesaan Tuhan adalah mutlak. Ia bereksistensi dengan sendiriNya. Tuhan adalah qadim. Maksudnya, Tuhan bereksistensi dengan sendirinya sebelum ada ruang dan waktu. Ruang dan waktu diciptakan oleh Tuhan. Tuhan maha tahu, maha mendengar, selalu hidup, mengerti semua bahasa, selalu benar dan bebas berkehendak. Keesaan Tuhan tidak murakkab (tersusun). Tuhan tidak membutuhkan sesuatu, ia berdiri sendiri, tidak dibatasi oleh ciptaan-Nya dan Tuhan tidak bisa dilihat dengan mata biasa.
2)      Keadilan (Al-Adl)
Tuhan menciptakan kebaikan di alam semesta ini merupakan keadilan, ia tidak pernah menghiasi ciptaan-Nya dengan ketidakadilan, karena ketidakadilan terhadap yang lain merupakan tanda kebodohan dan ketidak mampuan, dan sifat ini jauh dari keabsolutan kehendak Tuhan.
3)      Nubuwwah
Dalam keyakinan Syi’ah  Itsna ‘Asyariyah, Tuhan telah mengutus 124.000 rasul untuk memberi petunjuk kepada manusia. Syi’ah Itsna ‘Asyariyah percaya mutlak tentang ajaran tauhid dangan kerasulan sejak Adam dan Muhammad dan tidak ada nabi dan rasul setelah Muhammad.
4)   Ma’ad adalah hari akhir (kiamat) untuk menghadap pengadilan Tuhan di akhirat.
5)      Imamah
Imamah adalah institut yang disahkan tuhan untuk memberi petunjuk manusia yang dipilih dari keturunan Nabi Ibrahim dan dilegasikan kepada keturunan Muhammad, sebagai nabi dan rasul terakhir. Syi’ah Itsna ‘Asyariyah berpijak kepada delapan cabang agama yang di sebut dengan furuad-din. Delapan cabang tersebut terdiri atas sholat, puasa, haji, zakat, khumus (pajak sebesar seper lima dari penghasilan), jihad, al – amr bi al-ma’ruf,dan an-nahyu an-al-munkar.

Kedua, Syi’ah Sab’iyah/Syi’ah Isma’iliyah/Syiah Tujuh
Syi’ah ini menyakini bahwa jabatan imamah tersebut pindah kepada anak Ja’far al-Shadiq bernama Isma’il. Sekte Isma’iliyah adalah sekte dengan jumlah penganut kedua terbesar dalam ajaran Syi'ah, setelah mazhab Dua Belas Imam (Istna 'Asyariah). Sekte Syi’ah ini hanya mengakui tujuh imam, tujuh imam itu adalah Ali, Hasan, Husein, Ali Zainal Abidin, Muhammad Al-Baqir, Ja’far Ash-Shadiq, dan Ismail bin Ja’far.
a.       Konsep Imamah Syi’ah Sab’iyah
Para pengikut Syi’ah Sab’iyah percaya bahwa islam dibangun oleh tujuh pilar, seperti dijelas oleh Al-Qadhi An-nu’man dalam Da’ain al-islam. Tujuh pilar tersebut adalah iman, thaharah, sholat, zakat, shaum, haji dan jihad. Berkaitan dengan rukun pertama,yaitu iman, Qadhi an-nu’man (974M) merincinya dengan iman kepada surga, iman kepada neraka, iman kepada hari kebangkitan, iman kepada hari pengadilan, iman kepada para nabi dan rasul, iman kepada imam, percaya mengetahui dan membenarkan iman zaman. Dalam pandangan kelompok Syi’ah Sab’iyah, iman hanya dapat diterima bila sesuai dengan keyakinan mereka, yakni melalui wilayah(kesetiaan) kepada iman zaman.
b.      Doktrin Syi’ah Sab’iyah
Syiah Sab’iyah sangat ekstrim dalam menjelaskan kamaksuman imam, kelompok ini berpendapat bahwa imam walupun kelihatan melakukan kesalahan dan menyimpang dari syari’at, ia tidaklah menyimpang karena mempunyai pengetahuan yang tidak di miliki manusia biasa. Sekte Sab’iyah berpendapat bahwa Tuhan mengambil tempat dalam diri imam, oleh karena itu imam harus di sembah. Menurut Sab’iyah, Al-Qur’an memiliki makna batin selain makna lahir. Dikatakan bahwa segi-segi lahir atau tersurat dari syari’at itu diperuntukan bagi orang awam yang kecerdasannya terbatas dan tidak memiliki kesempurnaan rohani. Mengenai sifat Allah,-sebagaimana halnya Mu’tazilah-Sab’iyah meniadakan sifat dari zat Allah.[5]
Dengan prinsip takwil, Ismailiyah menakwilkan menurut hawa nafsu mereka sendiri, misalnya ayat al-qur’an tentang puasa, mereka takwili dengan menahan diri dari menyiarkan rahasia-rahasia imam. Dan ayat al-qur’an tentang haji ditakwilkan dengan mengunjungi imam. Bahkan diantara mereka ada yang menggugurkan ibadah. Mereka itu adalah yang telah mengenal imam dan telah mengetahui takwil melalui imam.[6]

            3.      Syi’ah Zaidiyah
Syiah Zaidiyah muncul sepeninggal Ali Zain al Abidin --imam ke empat dalam Syiah Imamiyah-- Nama kelompok ini diambil dari nama pemimpinnya, yaitu Zaid bin Ali Zain al Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Thalib. Syiah Zaidiyah muncul pada tahun 94 H ketika Ali Zain al Abidin wafat. Saat itu kelompok Syiah terbagi ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok pengikut Zaid bin Ali dan kelompok pengikut Muhammad al Baqir bin Ali, saudara Zaid bin Ali sendiri. Syiah Zaidiyah merupakan Syiah yang moderat.[7] Abu Zahrah menyatakan bahwa kelompok ini merupakan sekte yang paling dekat dengan Sunni. Urutan imam mereka yaitu:
Ali bin Abi Thalib (600–661), juga dikenal dengan Amirul Mukminin
Hasan bin Ali (625–669), juga dikenal dengan Hasan al-Mujtaba
Husain bin Ali (626–680), juga dikenal dengan Husain asy-Syahid
Ali bin Husain (658–713), juga dikenal dengan Ali Zainal Abidin
Zaid bin Ali (658–740), juga dikenal dengan Zaid bin Ali asy-Syahid, adalah anak Ali bin Husain dan saudara tiri Muhammad al-Baqir.
a.       Konsep Imamah Syi’ah Zaidiah
Menurut Syiah Zaidiyah, seorang Imam harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut:[8]
§  Ia merupakan keturunan ahl bait., baik melalui garis Hasan maupun Husain. Hal ini mengimplikasikan penolakan mereka atas sistem pewarisan dan nas kepemimpinan. Kaum Zaidiyah menolak pandangan yang menyatakan bahwa seorang imam yang mewarisi kepemimpinan Nabi Muhammad.
§  Memiliki kemampuan mengangkat senjata sebagai upaya mempertahankan diri atau menyerang. Atas dasar ini, mereka menolak Mahdiisme yang merupakan salah satu ciri sekte Syiah lainnya. Bagi mereka pemimpin yang menegakkan kebenaran dan keadilan adalah Mahdi.
§  Memiliki kecenderungan intelektualisme yang dapat dibuktikan melalui ide dan karya dalam bidang keagamaan. Mereka menolak kemaksuman imam, bahkan mengembangkan doktrin imamat al mafdul, artinya seseorang dapat dipilih menjadi imam meskipun ia mafdul (bukan yang terbaik) dan pada saat yang sama ada yang afdhal.
Walaupun Syiah Zaidiyah mengakui bahwa Ali bin Abi Thalib merupakan sahabat Nabi yang paling utama (afdhal) yang menyatakan paling berhak menjadi imam, namun mereka mengakui Imamah Abu Bakar, Umar bin Khatab dan Ustman bin Affan. Inilah yang mereka sebut dengan Imam al-mafdul.
b.      Doktrin-doktrin Syi’ah Zaidiyah
Syiah Zaidiyah dalam bidang teologi mempunyai hubungan yang sangat erat dengan aliran Muktazilah. Hal ini tidak mengherankan karena Zaid bin Ali sendiri adalah murid dari Wasil bin Atha’, seorang pendiri aliran Muktazilah. Teologi Muktazilah menyebutkan di antara ciri orang yang beriman ialah harus amar ma’ruf nahi munkar (mengajak kepada kebenaran dan menjauhi kepada kemunkaran). Maka dari itu seorang imam haruslah memproklamirkan diri kepada masyarakat dengan cara memberantas kebathilan dan mengajak/menunjukkan kepada sesuatu kebenaran. Penganut Syiah Zaidiyah percaya bahwa orang yang melakukan dosa besar akan kekal dalam neraka jika dia belum bertobat dengan pertobatan yang sesungguhnya.[9]
c.       Sub Sekte Syi’ah Zaidiyah
v  Jarudiyah: Mereka adalah pengikut Abu Al-Jarud Ziyad bin Abi Ziyad.
v  Sulaimaniyah: Mereka adalah pengikut Sulaiman bin Jarir.
v Shalihiyah dan Batriyah: Shalihiyah adalah para pengikut Al-Hasan bin Shalih bin Hay sedangkan Batriyah adlah para pengikut Katsir Al-Nawa Al-Abtar.
            4.      Syi’ah Ghulat
a.       Asal-usul Syi’ah Ghulat
Kelompok syi’ah ini adalah syi’ah ekstrim yang melebih-lebihkan Sayyidina Ali bin Abi Thalib. Kelompok Ghulat dapat dikelompokkan kedalam dua golongan yaitu Saba'iyah dan al Ghurabiyah. Golongan Saba'iyah berasal dari pencetus ide-ide Syi'ah awal yaitu Abdullah bin Saba'. Nama Abdullah bin Saba' diakui oleh pembesar Syi'ah seperti Al Qummi di dalam kitabnya Al Maqâlat wa al Firâq (hlm. 10-21), sebagai seseorang yang pertamakali menobatkan keimamahan Ali dan mencela Abu Bakar, Umar dan Utsman serta para sahabat lainnya. Sebagaimana hal itu juga diakui oleh Al Kasyi dalam kitabnya yang terkenal Rijalul Kasyi (hlm. 170-174). Menurut Al Bagdadi sekte As Saba'iyah menganggap Ali sebagai Tuhan. Padahal Abdullah bin Saba' sendiri merupakan tokoh penyusup dari kalangan Yahudi dari penduduk Hirrah yang mengaku-ngaku sebagai muslim. Kelompok Saba'iyah juga beranggapan bahwa Ali tidak dibunuh oleh Abdurrahman Ibn Muljam melainkan seseorang yang diserupakan wajahnya seperti Ali. Menurut mereka Ali telah naik kelangit dan disanalah tempatnya. Petir adalah suaranya dan Kilat adalah senyumnya.
Kelompok lainnya adalah al Ghurabiyah. Prof. Dr. Ali Abdul Wahid Wafi menyebutkan, meski tak seekstrim Saba'iyah dalam memposisikan Ali bin Abi Thalib hingga ke tingkat Tuhan, akan tetapi kelompok ini telah menganggap Malaikat Jibril salah alamat dalam memberikan risalah Allah kepada Muhammad. Seharusnya yang menerima kerasulan itu adalah Ali bin Abi Thalib. Oleh sebab itulah Allah terpaksa mengakui Muhammad sebagai utusan-Nya.[10]
b.      Doktrin Syi’ah Ghulat
Doktrin yang membuat mereka ekstrim, yaitu:[11]
1)  Tanasukh adalah keluarnya roh dari satu jasad dan mengambil tempat ke jasad yang lain. Syi’ah Ghulat berpendapat bahwa roh Allah berpindah kepada Adam, dan seterusnya kepada imam-imam secara turun-temurun.
2)  Bada’ adalah keyakinan bahwa Allah mengubah kehendak-Nya sejalan dengan perubahan ilmu-Nya, keputusan Allah yang mampu mengubah suatu peraturan atau keputusan yang telah ditetapkanNya dengan keputusan baru.
3) Raj’ah ada hubungan dengan mahdiyah. Syi’ah Ghulat mempercayai bahwa imam Mahdi Al-Muntazhar akan datang ke bumi.
4) Tasbih artinya menyerupakan. Syi’ah Ghulat menyerupakan salah seorang imam mereka dengan Tuhan atau menyerupai Tuhan dengan makhluk.
5) Hulul artinya Tuhan berada pada setiap tempat, berbicara dengan semua bahasa, dan ada pada setiap individu manusia. Hulul bagi Syi’ah Ghulat berarti Tuhan menjelma dalam diri imam sehingga imam harus di sembah.
6)  Ghayba (occultation) artinya menghilangnya imam Mahdi. Ghayba merupakan kepercayaan Syi’ah bahwa imam Mahdi itu ada didalam negeri ini dan tidak dapat dilihat oleh mata biasa.

C.        Tokoh-tokoh Aliran Syi’ah
Adapun tokoh yang penulis maksud di sini ialah, orang yang terkemuka dan kenamaan dalam kelompok Syiah. Menurut Abu Hasan Al-Asyari: Bayan bin Sam’an, Abdullah bin Muawiyah bin Abdullah bin Ja’far, Abullah bin Amru bin Harb, Almughiroh bin Sa’id, Abu Mansur Al’Ijli, Abu Khitob bin Abi Zainab, Muhammad bin Alhanafiyah, Abu Karb Ad Doriri, dll.[12]
Adapun beberapa tokoh yang disebutkan oleh Abdul Qohir Al-Baghdadi dalam kitabnya Al-farqu baina’l Firoq ialah; Abil Jarud Ziyad bin Abil Ziyad, Sulaiman bin Jarir Azzaidi, Hasan bin Solih bin Hay, Almukhtar bin abi Umaid Atsaqofi, Abu Kamil, Muhammad bin Ali (Al-Baqir), Yahya bin Syamith, Ammar, Ismail bin Ja’far, Musa bin Ja’far, Hisyam bin Hakam, Hisyam bin Salim Aljawaliki, Yunus bin Abdirrahman Al-Qumi, Muhammad bin Nu’man Arrafidli.[13]



[1] Rosihon Anwar, AKIDAH AKHLAK, Bandung, Pustaka Setia (2008), cet.1 hal. 65
[2] http://go-cathar.blogspot.com/2013/03/sejarah-perkembangan-syiah.html
[3] Ahmad Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, jilid II, terj. Muhtar Yahya, Pustaka Al-Husna (1983), Jakarta, hal. 220
[4] Salman Ghaffari, Shia’ism, Haidari Press (1967), Teheran, hal. 41-42
[5] http://ilmudanalquran.blogspot.com/2012/11/pengertian-kemunclan-dan-macam-macam.html
[6] Ahmad Syalabi, Sejarah Kebudayaan Islam. jilid II, terj. Muhtar Yahya, Pustaka Al-Husna, Jakarta 1983, hal. 230
[7] Muhammad Abu Zahrah, Aliran Politik dan Akidah dalam Islam., terj. Abd. Rahman Dahlan dan Ahmad Qarib, Logos (1996), Jakarta. Hal. 45
[8] Rosihan Anwar, Ilmu Kalam, Pustaka Setia (2006), Bandung. Hal 101-102
[9] http://mohismaiel.blogspot.com/2013/06/syiah-imamiyah-zaidiyah-dan-ismailiyah.html
[10] http://www.stidnatsir.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=107:sekte-sekte-dalam-syiah-dan-tokoh-tokohnya&catid=29:artikel&Itemid=86
[11] Rosihon Anwar, AKIDAH AKHLAK, Bandung, Pustaka Setia (2008), cet.1 hal. 76-77
[12] Abu Hasan Al-Asyari, Maqolatul Islamiyin.pdf. Hal. 5
[13] Abdul Qohir bin Thohir bin Muhammad Al-Baghdadi, Alfarqu baina’l Firoq. 1995 Ditahkik oleh Muhammad Muhyiddin Abdul Hamid . hal. 29

Jumat, 07 Februari 2014

Siapakah Selain Engkau?

Siapakah selain Engkau?
yang dalam genggamannya penuh rahmat
Rohku tak mencari selain cahayaMu
Bumiku berubah menjadi padang hijau
Karena kasihMu yang menyejukkan nafasku

Siapakah selain Engkau?
yang setia mendengar kala ku mengadu
Tak ada pembatas dinding antara kita
Kau ulurkan  telapakMu menerima segudang pintaku
Kau datang dan berkata “Sesungguhnya Aku dekat”

Siapakah selain Engkau?
yang sinarnya dapat membalut luka
KeridhoanMu bukan menjadi rahasia lagi
Lautku menyulap benda menjadi aliran cinta
Karena MaghfirohMu mengalir dalam dada

Siapakah selain Engkau?
Yang melepaskanku dari jeratan air mata
KepadaMu jemariku terangkat sempurna
Lisanku tiada lelah mengagungkan AsmaMu nan mulia
Hilang sakitku dalam dekapan kasihNya

Siapakah selain Engkau?
Ku rasakan napasMu semerbak di sekelilingku
Mewangi... memancar... siapakah selainMu Ya Robb?
Engkaukah yang menyusup di relung batinku?
Kalau begitu, ingin ku bisikkan syahdu

"Aku sungguh mencintaiMu..."

*langitSenja-19 Oktober 2013

Makalah Ghibah dan Takabbur


BAB I
PENDAHULUAN
A.    LatarBelakang
Imam Ibnul Qayyim berkata, "Akhlak yang tercela adalah bermula dari kesombongan dan rendah diri. Dari kesombongan muncul sikap bangga, sok tinggi, hebat, ujub, hasad, keras kepala, zhalim, gila pangkat, kedudukan dan jabatan, senang dipuji padahal tidak berbuat sesuatu dan sebagainya. Ibnul Qayyim juga mengatakan bahwa sebagaimana akhlak terpuji, akhlak tercela juga memiliki akar di mana satuan-satuannya dapat dikelompokkan. Jika akar perilaku manusia ada dalam pikiran dan jiwanya, maka akar penyakit akhlak juga akan selalu ada disana. Salah satu akhlak tercela (mazmumah) yang merupakan penyakit hati yaitu ghibah dan takabbur.
Dalam makalah ini pemakalah mencoba memaparkan pentingnya menjaga lidah dari bahaya membicarakan orang lain baik sepengetahuannya atau pun tidak diketahui olehnya, dan menjelaskan pentingnya menjaga hati dari sikap takabbur. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.

B.     Permasalahan

Ada beberapa hal yang akan menjadi kajian dalam tulisan ini, antara lain:
-          Pengertian ghibah dan takabbur
-          Landasan Al-Qur’an dan Hadits mengenai ghibah dan takabbur
-          Contoh perilaku ghibah dan takabbur
-          Akibat perbuatan ghibah dan takabbur
-          Cara menghindari ghibah dan takabbur

C.    Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk:
-          Memenuhi tugas mata kuliah Akhlaq
-          Mengetahui akhlaq mazmumah yaitu ghibah dan takabbur
-          Mengetahui dampak ghibah dan takabbur

Kamis, 02 Januari 2014

Tentang RahasiaNya

Beribu kau temui pribadi yang beragam
Dari biasa sampai mampu membuatmu terpesona
Perangai anggun nan sahaja menjadi pemikat hatimu
Serasa bergetar kala nama itu kau dengar

Seketika sesuatu tak berwujud berbisik padamu, “inikah jodohku?”
Dan anganpun mulai merasuk perlahan
Membentuk satu kata yang kau sebut “harapan”
Berbagai kebetulan kau rangkai seakan dianggap sebagai sebuah petunjuk

Tanpa kau libatkan Dia, semua itu mustahil
Meski kau kukuh pertahankan pendapatmu, berlari menjauh, dan tak menoleh kearahnya
Jika Dia berkata “ini untukmu”, tak akan sanggup kau menolak

Itulah rahasia, benar-benar misterius
Bahkan tak mampu untuk kau intip bagaimana rupanya
Sungguh tiada daya untuk yang satu ini
Meski telah terpatri keyakinan dalam qalbu
Kau tak berhak mengambil HakNya

Terimalah sebagai tanda cinta dariNya
Meski berbentuk air mata, suka, goresan kelam, ataupun senyuman
Rendahkanlah dirimu dihadapanNya
Karena yang Dia beri, adalah terbaik dari yang baik

Dia, sang Pemilik rahasia itu, Allah…
Jangan pernah kau ambil hakNya, sekali-kali jangan
Tiada apapun untuk melampaui ketentuanNya
Serahkanlah seluruh sendi kehidupanmu pada KuasaNya
Maka akan kau dapat sebuah rahasia yang amat indah, in syaa' Allah

Minggu, 06 Oktober 2013

Lelaki Senja

Pesona jingga memantulkan siluet wajahmu
Seiring mentari pulang ke peraduan
Rupamu begitu samar, sesamar bias matamu
Tak ada warna, hanya jingga dan hitam
Duhai lelaki senja,
Apakah ini hanya ilusi?
Aku mendamba pertemuan sekali lagi
Menyemburatkan senyummu dalam semilir angin
Menjejak langkahmu di tiap sayap burung menuju sarangnya
Duhai lelaki senja,
Walau malam ingin merampas keindahanmu
dan engkau terbenam di ufuk barat
Aku hanya oase yang merindu
Bayangmu dalam kilasan oranye
Untukmu Lelaki senja,
Nyalamu tetap terpendar tajam
Dalam sujudku dikala senja menyapa
Menguntai harap pada Sang Pencipta senja
Agar lelaki senjaku, tetap pada titahMu

*langitsenja-6 Okt 2013
Design by Abdul Munir Visit Original Post Islamic2 Template